Jumat, 10 Juli 2015

Kerangka Tesis Manajemen Pendidikan Agama Islam



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar belakang Masalah
Agama Islam menekankan manusia untuk belajar, atau menuntut ilmu. Bahkan perintah untuk belajar ini dimulai dari lahir sampai ajal menjemput. Hal ini diandaikan bahwa seumpama manusia tidak bisa mati niscaya pendidikan adalah suatu hal yang abadi atau tidak akan mati. Dijelaskan bahwa dengan matinya ulamaknya manusialah, ilmu Allah yang ada di dunia ini diambil. Nabi Muhammad S.A.W pernah bersabda :
عـن عبدالله ابن عمرو ابن العاص رضي الله عنهما قال: سمعت رسول الله يقول : إن الله لا يقبض العلم انتزاعا ينتزعه من الناس ، ولكن يقبض العلم بقبض العلماء حتى إذا لم يترك عالما اتخذ الناس رؤسا جهالا فسئلوا فأفتوا بغير علم فضلوا وأضلوا[1]
Artinya: Dari Abdullah bin Amr bin Ash R.A. berkata: Saya mendengar Rasulullah  berkata:  Sesungguhnya  Allah  tidak  mengambil  ilmu dari hambanya secara tiba-tiba, tapi Dia mengambil ilmu dengan mengambil para Ulama. Sehingga ketika sudah tidak ada para Ulama, manusia menjadikan orang bodoh sebagai pemimpin, mereka  (pemimpin)  ditanya,  dan  memberikan  nasehat  tanpa menggunakan ilmu, maka mereka tersesat dan menyesatkan.[2]

Penerapan pendidikan diharapkan adanya perubahan yang mendasar bagi kelangsungan kehidupan, terutama dalam menghadapi permasalahan dan cobaan. Pendewasaan terhadap anak didik, agar menjadi manusia seutuhnya, yang meliputi kecerdasan, pengendalian diri, akhlak mulia, dan kemampuan serta ketrampilan yang dibutuhkan dirinya maupun masyarakat adalah tujuan yang tertuang dalam undang-undang pendidikan[3]. Membuat anak didik mampu memiliki hal tersebut bukanlah hal yang sangat ringan, tidak seperti membalikkan telapak tangan. Perlu proses, dan perlu ada dukungan dari semua elemen masyarakat, guru, dan sekolahan.
Keyataan dalam pelaksanaan dilapangan masih saja kita dapati permasalahan yang menyelimuti dunia pendidikan kita. Pendidikan yang diharapkan menjadi bekal buat membangun masyarakat yang tercerahkan masih   belum   bisa   menjawab   problem   yang   ada,   sehingga   kualitas pendidikan di indonesia masih jauh tertinggal dari negara-negara yang lain.
Menurut survei Politicaland EconomicRisk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia dan pada tahun 2010 ini merupakan negara terkorup dari 16 negara tujuan investasi di asia pasifik. Indonesia menempati peringkat pertama sebagai negara terkorup dengan mencetak skor 9,07 dari nilai 10. Angka ini naik dari 7,69 poin tahun lalu.[4]
Hasil survey tahun 2007 World Competitiveness Year Book memaparkan   daya   saing   pendidikan   dari   55   negara   yang   diseurvei, Indonesia berada pada urutan 53. Disamping itu, kualitas pendidikan tinggi Indonesia   juga   masih   tertinggal  dibandingkan  dengan  negara-negara tetangga kita. Jika dilihat dari survei Times Higher Education Supplement (THES) 2006, perguruan tinggi Indonesia Baru bisa menjebol deretan 250 yang diwakili oleh Universitas Indonesia, kualitas ini berada di bawah prestasi Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) yang menempati urutan 185. Kemudian pada tahun 2007 menurut survei THES perguruan tinggi di Indonesia masih belum dapat menyaingi perguruan tinggi seperti di Singapur, Thailand dan seterusnya.[5]
Implikasi kualitas pendidikan rendah ini terhadap sumber daya manusia sangat jelas sekali. Rendahnya kualitas pendidikan dapat dilihat dari Human Development Index (HDI) Indonesia. Menurut laporan United Nation  Development  Programe/UNDP  HDI  pada  tahun  2007  dari  177 negara yang dipulikasikan HDI Indonesia berada pada urutan ke-107. Indonesia memperoleh indeks 0,728. Di kawasan ASEAN Indonesia menempati urutan ke-7 dari sembilan negara ASEAN yang dipublikasikan. Peringkat teratas di ASEAN adalah Singapura dengan HDI 0,922, disusul Brunei Darussalam 0,894, Malaysia 0,811, Thailand 0,781, Filipina 0,771, dan Vietnam 0,733. Sedangkan Kamboja 0,598 dan Myanmar 0,583 berada di bawah HDI  Indonesia.[6]
Sekian banyak permasalahan yang dihadapi dunia pendidikan yang paling menonjol adalah permasalahan yang dilakukan oleh siswa. Banyak sekali persoalan yang muncul  dari tingkah-laku siswa, yang tentunya sangat mengganggu dalam peningkatan kualitas tercapainya nilai akademik yang telah ditentukan. Dalam beberapa hal ada kesamaan tentang kenakalan yang dilakukan oleh remaja saat ini. Misalnya, suka mencuri atau mengutil, merokok, berbohong, minum-minuman keras, main game, judi, membolos, tawuran atau pertengkaran antarsiswa, narkoba sampai-sampai pada pelecehan seksual dan aborsi.
Dalam pantuan Komnas Perlindungan Anak yang rilis disurat kabar Kompas, menunjukkan bagaimana remaja yang identik dengan mereka yang masih menempuh kegiatan menuntut ilmu banyak yang tersandung masalah. Dan kebanyakan adalah kasus kriminal. Menurut catatan ahir tahun 2009 dari Komisi Nasional Perlindungan Anak, terdapat 1.258 aduan mengenai kasus kenakalan yang dilakukan anak. Sekitar 52 persen darijumlah kasus itu adalah kasus pencurian, diikuti dengan kekerasan, pemerkosaan, narkoba, perjudian, dan penganiayaan. Dan sekitar 89,8 persen kasus berahir dengan pemidanaan. Sekertaris  Jendral  Komnas  PA  Merdeka  Sirait  mengatakan  bahwa ditemukan 5.308 anak yang mendekam di 16 lembaga pemasyarakatan di Indonesia.[7]
Dalam hal tersebut perlu adanya penyadaran kembali tentang tanggung jawab dari   sekolahan   atau   lembaga   pendidikan   tersebut.   Sekolah   memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan mutu pendidikan yang tercermin dari keberhasilan meningkatkan mutu dari anak didiknya. Sehingga diperlukan adanya perubahan tatanilai, baik yang berkaitan dengan tatanan system pembelajarannya  maupun  dalam  tataran  manajemennya.  Oleh  sebab  itu maka sekolah wajib dikelola dengan manajemen yang baik.
Agama Islam memberikan keterangan bahwa manusia membutuhkan manajeman, karena dengan adanya manajeman tersebut dapat membantu atau mengatur kehidupan manusia agar menjadi lebih baik dan terarah. Pada Surat At- Taubah ayat 122 Allah S.W.T. berfirman:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ[8]
Artinya: Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka   beberapa   orang   untuk   memperdalam   pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya  apabila  mereka  telah  kembali  kepadanya,  supaya mereka itu dapat menjaga dirinya [9].

Surat An-Nisa ayat: 9 juga dijelaskan adanya manajemen:
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ
فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا[10]
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainyameninggalkan  dibelakang  mereka  anak-anak  yang  lemah,  yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.[11]

Dalam  surat  At-Taubah  ayat  122  dapat  di  ambil  pemahaman bahwa tidaklah semua orang Islam itu pergi ke medan perang semua, tapi harus ada pembagian dua kelompok, yang pertama kemedan perang dan yang kedua berada di rumah untuk belajar ilmu agama kepada nabi. Walaupun perang itu diwajibkan tapi bagi yang tidak berangkat ke medan perang bukanlah merupakan dosa, jadi harus ada pengaturan antara yang berangkat perang dan yang harus ada yang tinggal dirumah untuk belajar dan mengajarkan ilmu agama kepada orang anak turun mereka agar tidak menjadi generasi yang lemah, dan bisa dibanggakan. Adanya pengaturan agar semua yang pergi ke medan perang dan yang tinggal dirumah ini sama- sama mengerjakan perintah agama dan mendapat pahala. Ada juga yang berpendapat ayat ini memang tidak berhubungan dengan jihad, tapi untuk memerintah   sebagian   kecil   orang   musli untuk   Tafaquh   mencari pemahaman ilmu agama, dan diwajibkan kembali ke kaumnya yang masih kafir agar bisa bertaubat.[12]
Sedangkan dalam surat An-Nisa ayat 9, ayat ini berhubungan dengan  pengaturan  Dalam wasiat  harta  warisan  bagi  anak  yatim.  Dalam pengaturannya tidak dibenarkan memberikan harta wasiat semua kepada anak yatim sebelum dia dewasa, karena ditakutkan disia-siakannnya harta tersebut.[13]
Juga kata-kata bijak dari Ali bin Abi Thalib yang mengatakan  bahwa:
الباطل بنظام يغلب الحق بلا نظام[14]
Artinya:  Sesuatu  yang  tidak  baik  (kejahatan)  yang  terorganisir  dapat mengalahkan sesuatu yang baik yang tanpa terorganisir.
Dalam pandangan ajaran Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar, tertib, dan teratur. Proses-prosesnya harus diikuti dengan baik. Sesuatu tidak boleh dilakukan secara asal-asalan. Mulai dari urusan terkecil  seperti  mengatur  urusan  rumah  tangga  sampai  dengan  urusan terbesar seperti mengatur urusan sebuah negara semua itu diperlukan pengaturan yang baik, tepat dan terarah Dalam bingkai sebuah manajemen agar tujuan yang hendak dicapai bisa diraih dan bisa selesai secara efisien dan efektif. Karena seperti yang diucapkan oleh sahabat Umar, R.A bahwa pelaksanaan pengaturan adalah sebagian dari keberhasilan manusia Dalam urusan kehidupannya.
Dalam hal tersebut perlu adanya penyadaran kembali tentang tanggung jawab dari   sekolah   atau   lembaga   pendidikan   tersebut.   Sekolah   memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan mutu pendidikan yang tercermin dari keberhasilan meningkatkan mutu dari anak didiknya. Sehingga diperlukan adanya perubahan tata nilai, baik yang berkaitan dengan tatanan system pembelajarannya maupun Dalam tataran manajemennya. Oleh sebab itu maka sekolah wajib dikelola dengan pola managerial yang baik.
Dari sahabat Umar R.A (dijelaskan) :
عن عمر رضي الله عنه: حسن التودد الى الناس نصف العقل , وحسن السؤال نصف العلم , وحسن ال التدبير نصف المعيشة.[15]
“Bagusnya pergaulan pada manusia   adalah   sebagian   dari akal,   bagusnya pertanyaan adalah sebagian dari pengatahuan, dan bagusnya pengaturan adalah sebagian dari kehidupan (manusia).”

Berdasarkan system pendidikan nasional telah diamanatkan untuk mengembangkan  pendidikan melalui manajemen  secara berkelanjutan yang mencakup peningkatan mutu pengembangan kurikulum, tenaga pendidikan, sarana prasarana, pengelolaan (manajemen) dan pemberdayaan (Pasal 35 Ayat (2).[16]
Managerial adalah kata kerja operasional dari kata manajer. Kata manajer menekankan pada orangnya, sedangkan manajerial menyangkut pekerjaan yang dilakukan manajer. Jadi kata manajerial adalah suatu aktifitas atau pekerjaan yang dilakukan manajer Dalam merencanakan, mengorganisir, mengelola, mengontrol serta mengevaluasi berbagai pekerjaannya.[17]
Karena itu seorang manajer yang ingin sukses harus memberdayakan semua potensi atau mendayagunakan keahlian yang dimiliki oleh warga sekolah dengan pembagian tugas dan wewenang yang jelas, baik Dalam dimensi kinerja dengan kualitas kerja yang baik maupun Dalam dimensi proses kaderisasi pimpinan sekolah pada semua tingkatan.
Keberadaan manager Dalam manajemen pembelajaran  ini sangat dibutuhkan sekali pada lembaga pendidikan untuk mengatur dan mengarahkan siswanya menjadi lebih baik dengan penanganan yang efisien dan efektif. Tidak hanya asal menampung peserta didik tapi ada pengelolaan yang jelas agar out put dari lembaga  tersebut  dapat  dinikmati  hasilnya.  Yaitu  terbentuknya  manusia yang manusiawi.
Terkait dengan manajerial lembaga pendidikan Islam, Madrasah Ibtidaiyah Baru Pangkalan Bun merupakan sebuah Lembaga Pendidikan Islam formal pada jenjang permulaan yang berstatus negeri. MIN BARU Pangkalan Bun disebut juga sebagai SD Plus keagamaan dikarenakan mata pelajaran dan jurusannya sama dengan pelajaran dan jurusan di SD pada umumnya. Namun pelajaran agamanya lebih terperinci dan lebih mendalam, serta memiliki program studi keagamaan.
Selama hampir 5 tahun menunjukkan eksistensinya sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam, berkiprah ikut serta mencerdaskan bangsa. Keberadaan MIN Baru Pangkalan Bun tentu idak lepas dari posisi dan peran Kepala Madrasah yang memimpinnya.[18] Selama itu pula, proses manajerial (pengelolaan) pendidikan berlangsung alot. Hal ini dikarenakan MIN Baru merupakan pendidikan Islam multikultural, karena diDalamnya terdapat pihak-pihak yang memiliki latar belakang suku dan kultur yang berbeda. Baik antara kepala madrasah , guru-guru, maupun dari kalangan siswanya. Namun hal tersebut bukan menjadi kendala bagi MIN Baru untuk terus meningkatkan mutu pendidikannya.    
Keberhasilan MIN Baru Dalam mengelola pendidikan dari berbagai etnis dan kultur diatas juga tingginya animo masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di sekolah MIN Baru,  menjadi hal yang sangat menarik untuk dilakukan penelitian. Dari data yang diperoleh dikatakan bahwa pengelolaan pendidikan yang dihasilkan selama ini sangat baik, dikarenakan diantaranya faktor manajemen pembelajaran yang telah diterapkan oleh Kepala Madrasah sehingga MIN Baru menjadi sebuah lembaga pendidikan Islam yang memiliki keunggulan, baik dibidang akademik maupun bidang non akademik.[19]
Implementasi manajerial dalam manajemen pembelajaran yang dilakukan oleh Kepala MIN Baru Pangkalan Bun adala upaya untuk meningkatkan kualitas siswa Dalam mempelajari sesuatu dengan cara evektif dan evisien.
Dalam penerapan kurikulum MIN BARU Pangkalan Bun Kabupaten Kotawaringin Barat Provinsi Kalimantan Tengah menggunakan kurikulum pendidikan nasional disamping itu, juga memasukkan muatan lokal semisal tentang membaca, menulis, tidak hanya baca tulis bahasa indonesia tapi juga baca tulis Al-Qur’an, hafalan surah-surah pendek, doa sehari-hari, Bahasa Arab, Praktek sholat dluha dan dzuhur, berinfak, mandiri dan masih banyak lagi pembelajaran khasnya.
Kepala MIN Baru terus berbenah dan menunjukkan eksistensinya, termasuk Dalam hal mewujudkan kedisiplinan sebagaimana Kepala Madrasah telah berhasil menanamkan kepada siswanya kesadaran datang kesekolah setengah jam sebelum jam masuk para siswa  sudah berada disekolah bahkan merasa bersalah jika terlambat. Siswa juga dilibatkan dalam hal kerapian hal itu terbukti ketika upacara tidak ada satupun yang tidak memakai seragam merah putih, memakai topi dan dasi. Siswa juga dilibatkan dalam menjaga kebersihan lingkungan hal tersebut bisa dilihat ketika akan masuk kelas para siswa berebut mengambil dedaunan dan sampah disekitar lingkungan sekolah.
Maka dari alasan tersebut diatas penulis ingin mengetahui seberapa jauh  Implementasi manajerial dalam manajemen pembelajaran di Madrasah Ibtida’iyah Negeri Baru yang ada wilayah Pangkalan Bun Kabupaten Kotawaringin Barat.
Dengan demikian, maka judul penelitian yang penulis ajukan adalah “IMPLEMENTASI MANAJERIAL KEPALA MADRASAH DALAM MANAJEMEN PEMBELAJARAN  DI MIN BARU PANGKALAN BUN”.
B.  Fokus dan sub fokus penelitian
1.    Fokus Penelitian
Dalam uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi fokus penelitian ini adalah Manajerial Kepala Madrasah Dalam manajemen Pembelajaran. Dari Fokus tersebut, dilakukan sebuah pembahasan yang lebih menDalam untuk bisa menganalisis adanya keterkaitan antara Manajerial Kepala Madrasah Dalam Manajemen Pembelajaran  di MIN BARU Pangkalan Bun.
 2. Sub Fokus Penelitian
Dari fokus penelitian yang dikemukakan diatas, kemudian peneliti membagi fokus Dalam kajian yang lebih khusus yaitu tentang  ;
a.    Implementasi Manajerial Kepala Madrasah dalam Perencanaan Pembelajaran di MIN Baru Pangkalan Bun
b.    Implementasi Manajerial Kepala Madrasah dalam Pengorganisaian Pembelajaran di MIN Baru Pangkalan Bun
c.    Implementasi Manajerial Kepala Madrasah dalam Pelaksanaan Pembelajaran di MIN Baru Pangkalan Bun
d.   Implementasi Manajerial Kepala Madrasah dalam Pengendalian  Pembelajaran di MIN Baru Pangkalan Bun
C.  Rumusan Masalah
Berdasarkan  latar belakang dan fokus serta sub fokus yang dikemukakan diatas, peneliti memperoleh sebuah gambaran mengenai rumusan masalah yang akan dilakukan oleh peneliti dalam penelitian. Rumusan masalah ini berisi tentang apa saja yang akan diteliti dan bagaimana pertanyaan peneliti terhadap sebuah permasalahan dalam penelitian. Rumusan masalah ini juga yang akan membantu peneliti menemukan jawaban penelitian.
Pokok rumusan masalah dalam penelitian  adalah sebagai berikut:
1.    Bagaimana Implementasi Manajerial Kepala Madrasah dalam Perencanaan Pembelajaran di MIN Baru Pangkalan Bun?
2.    Bagaimana Implementasi Manajerial Kepala Madrasah dalam Pengorganisasian Pembelajaran di MIN Baru Pangkalan Bun?
3.    Bagaimana Implementasi Manajerial Kepala Madrasah dalam Pelaksanaan Pembelajaran di MIN Baru Pangkalan Bun ?
4.    Bagaimana Implementasi Manajerial Kepala Madrasah dalam Pengendalian  Pembelajaran di MIN Baru Pangkalan Bun ?

D.  Tujuan Penelitian
Berdasarkan  fokus dan sub-fokus penelitian di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan antara lain :
1.    Untuk mengetahui  Implementasi Manajerial Kepala Madrasah Dalam Perencanaan Pembelajaran di MIN Baru Pangkalan Bun.
2.    Untuk mengetahui  Implementasi Manajerial Kepala Madrasah Dalam Pengorganisasian Pembelajaran di MIN Baru Pangkalan Bun.
3.    Untuk mengetahui  Implementasi Manajerial Kepala Madrasah Dalam Pelaksanaan Pembelajaran di MIN Baru Pangkalan Bun.
4.    Untuk mengetahui  Implementasi Manajerial Kepala Madrasah Dalam Pengendalian  Pembelajaran di MIN Baru Pangkalan Bun .
G. Kegunaan Penelitian
1.    Manfaat Teoritis.
Hasil dari penelitian ini diharapkan  dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan Manajemen pembelajaran di sekolah, khususnya pada madrasah yang berkembang.
2.    Manfaat Praktis.
a.    Bagi Sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan masukan yang bermanfaat, dalam rangka peningkatan prestasi dan layanan belajar kepada peserta didik.


b.    Bagi Kepala Sekolah
Memberikan informasi dan membantu mengidentifikasi kebutuhan dalam  pelaksanaan  manajemen  pembelajaran  sehingga  pelayanan pendidikan dan pelaksanaan manajemen kesiswaan menjadi lebih profesional dan sistematis. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu untuk menerapkan manajeman pembelajaran menjadi lebih baik. Sehingga out put yang dihasilkan tidak mengecewakan.
c.    Bagi Peneliti Lain
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi dan bahan pengembangan lebih lanjut tentang manajerial Kepala Madrasah pada umumnya di lingkup Madrasah.





[1]Imam Zainuddin Ahmad Bin Abdullatif Az-Zabidi Mukhtashor Shohih Al-Bukhori
tth(Bairut: Darul Kutub Al Alamiah.), hlm. 36.
[2]Diterjemahkan oleh penulis.
[3]Chabib  Toha  Kapita  Selekta  Pendidikan  Islam  (Yogyakarta:  Pustaka  Pelajar, 1996), hlm. 4 -7.
[4]Kompas,   Senin   8   Maret   2010,   Indonesia       Negara   paling   korup, http://nasional.kompas.com/read/2010/03/08/21205485/PERC.Indonesia.Negara.Paling.Korup. hlm.1
[5]Silfia     Hanani,     Memecahkan     Permasalahan     Dunia     Pendidikan, http
[6]Ibid.

[7]Kompas, Kamis, 24 Desember 2009 Ubah System Peradilan Anak, halaman, 12.
[8] Attaubah[ ]:122
[9] Yayasan penyelenggara penerjemah Al-Quran Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Semarang: CV. Alwaah, 1993), hlm 301.
[10] Annisa’[ ]:9
[11]  Ibid. Hlm. 116
[12] Imam Fakhruddin Muhammad Bin Umar Ar Rozy Tafsir Al Kabir, (Bairut: Darul Fikr Al Ilmiyah), hlm 179-180.
[13] Syaikh Jalaludin Muhammad Bin Ahmad Al Mahaly dan Jalaluddin Abdurrahman Bin Abu Bakar As Suyuthi Tafsir Al Quran Al Adzim (Bairut: Darul Fikr), hlm 150.
  [14] Suwendi, Rekontruksi System Pendidikan Pesantren, dalam bukunyaSa’id Aqiel Siradjet al. Pesantren Masadepan: Wacana Pemberdayaan Dan Trensformasi Pesantren, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), hlm 214.
[15] Syaikh  Syihabuddin  Ibn  Hajar  Al-Asqalani  Nashaihul  Ibad,  (Pekalongan:  Raja
Murah,tt), hlm. 61-63
[16] Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bandung: CitraUmbara), hlm.23.
[18] Dokumentasi MIN BARU Pangkalan Bun, 5 Oktober 2016.
[19] Ibid, 2016.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar